Habib Umar bin Hafidh, Ahli Hadits abad Ini yang hapal lebih dari 100 ribu hadits






Sebelumnya mungkin ada baiknya dulu kita mengetahui gelar tingkatan-tingkatan dikalangan para ahli hadits.

Sebagaimana di militer ada tingkatan kepangkatan seperti Jenderal, Letnan Jenderal, Mayor Jendral, Letnan, Kopral, dsb.

Dikalangan Ulama Hadits pun terdapat gelar-gelar seperti itu yang berbeda-beda, berdasarkan jumlah hapalan hadits mereka.

Berikut tingkatan dan gelar ulama hadits :

1. Al Hafidh (Al Hafidz) : Adalah gelar untuk ulama yang mampu menghapal lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya, di zaman dahulu ada banyak ulama yang mencapai derajat ini, namun dijaman sekarang sudah sangat langka.

2. Al Hujjatul Islam : Adalah gelar untuk ulama yang sudah menghapal lebih dari 300.000 hadits beserta sanad dan matannya, ulama-ulama yang sudah mencapai derajat ini diantaranya Imam Ghazali, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Nawawi, dan masih banyak lagi. Namun dizaman sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi ulama yang mampu mencapai derajat ini.

3. Al Hakim : Adalah gelar untuk ulama yang sudah menghapal lebih dari 400.000 hadits beserta sanad dan matannya.

4. Al Huffadhudduniya (Al Huffadh) : Adalah gelar untuk ulama yang mampu menghapal lebih dari 1.000.000 (satu juta) hadits beserta sanad dan matannya. Ulama yang mencapai derajat ini adalah Imam Ahmad bin Hambal, murid dari Imam Syafii.

Itulah gelar-gelar bagi ulama hadits sesuai dengan jumlah hadits yang di hapalnya. Dari sini kita menjadi kagum, betapa jenius dan briliannya para ahli hadits ini dan betapa luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, jauh melebihi kita yang awam.

Perlu diketahui, yang dimaksud hapal hadits disini bukanlah hanya hapal matannya saja. Misal seperti contoh hadits berikut :

Rasulullah saw bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (HR Bukhari)

Itu baru matan haditsnya saja, belum termasuk sanad perawinya .

Sedangkan jika dilengkapi secara lengkap dengan sanad perawinya akan menjadi seperti berikut :

"Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, 
Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (Riwayat Bukhari)

Nama-nama yang dicetak tebal adalah nama para perawi hadits tersebut, yaitu :

- Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair
- Sufyan,  
- Yahya bin Sa'id Al Anshari,
- Muhammad bin Ibrahim At Taimi,
- Alqamah bin Waqash Al Laitsi
- Umar bin Al Khaththab 

Itu artinya Imam Bukhari mendapatkan hadits tersebut dari Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair 
Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair mendapatkan haditsnya dari Sufyan,  
Sufyan mendapatkan haditsnya dari Yahya bin Sa'id Al Anshari
Yahya bin Sa'id Al Anshari mendapatkan haditsnya dari Muhammad bin Ibrahim At Taimi,  
Muhammad bin Ibrahim At Taimi mendapatkan haditsnya dari Alqamah bin Waqash Al Laitsi,   
Alqamah bin Waqash Al Laitsi mendapatkan haditsnya dari Umar bin Al Khaththab
dan Umar bin Al Khaththab mendapatkan haditsnya langsung dari Rasulullah saw.

Jejeran nama-nama itulah yang disebut sanad hadits. Sedangkan nama-nama yang dicetak tebal itu, itulah yang disebut dengan perawi hadits.

Hebatnya lagi para Ahli hadits itu, selain mampu menghapal nama-nama perawi masing-masing hadits diluar kepala, mereka juga mampu menghapal keterangan pribadi masing-masing perawi itu. Misalnya nama asli perawinya, tahun lahirnya, keadaan hidupnya, asalnya, nasabnya, gurunya, tingkat keilmuannnya dsb.

Misalnya dari 6 nama perawi yang ada didalam rantai sanad hadits diatas kita ambil contoh satu saja, yaitu Sufyan.

Sufyan

Nama aslinya : Sufyan bin 'Uyainah bin Abi 'Imran Maimun

Dia berasal dari kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan

Nasabnya : Al Hilaliy

Kuniyahnya : Abu Muhammad

Negeri Hidupnya : Kufah

Negeri Wafatnya : Marur Rawdz

Tahun Lahirnya : 107 H

Tahun Wafatnya : 198 H

Nama-nama gurunya.

Dia belajar kepada banyak guru, di antaranya :
  • Amru bin Dinar
  • Ibnu Syihab Az-Zuhri
  • Ashim bin Abu najud
  • Abdulloh bin Dinar
  • Zaid bin Aslam
  • Muhammad bin Al Munkadir
  • 'Atha bin As Saib
  • Yahya bin Said Al Ansari
  • Sulaiman Al-A'masy
  • Suhail bin Abu Shalih
  • Ibnu Juraij
  • Syu'bah
  • Zaidah bin Qudamah

Nama-Nama Muridnya
Diantara nama-nama muridnya adalah :
  • Hamam bin Yahya
  • Zuhair bin Mua'wiyah
  • Abu Ishaq Al Fazari
  • Abdullah bin Al-Mubarak (Ibnul Mubarak)
  • Yahya Al-Qaththan
  • Muhammad bin Idris (Imam Syafi'i)
  • Al-Humaidi
  • Said bin Manshur
  • Yahya bin Ma'in
  • Ahmad bin hanbal (Imam Ahmad)
  • Abu bakar bin Abu Syaibah (Ibnu Abi Syaibah)
  • Muhammad bin Al Mutsanna
  • Az Zubair bin Bikar
  •  Mis’ar bin Kidam
  •  Ali bin Madini.
  • dan masih banyak lagi yang lainnya

Komentar Ulama tentangnya (tentang Sufyan)

Ibnu Hibban mengatakan: (Sufyan itu) Hafidz mutqin
Al 'Ajli mengatakan: (Sufyan itu) Tsiqah tsabat dalam hadits
Adz Dzahabi mengatakan: (Sufyan itu) Ahadul A'lam
Adz Dzahabi mengatakan: (Sufyan itu) Tsiqah Tsabat
Adz Dzahabi mengatakan: (Sufyan itu) Hafidz Imam

Subhanallah, panjang banget untuk keterangan 1 orang perawi saja. Apalagi kalau ke 6 nya kita tulis. Menulisnya saja kita mungkin capek, namun para Ahli Hadits mampu menghapal semua perawi masing-masing hadits tersebut beserta keterangan diri perawi itu.

Itu sebabnya jika ada satu hadits yang sepertinya pendek saja, akan bisa menjadi dua halaman jika disertai dengan hukum sanad dan hukum matannya. Demikianlah penjelasan singkat mengenai gelar-gelar para ahli hadits dan kehebatan mereka.

Oke sekarang kita kembali kepada tentang Al Habib Umar bin Hafidh.


Al Habib Umar bin Hafidh adalah seorang ulama besar dunia yang berasal dari Tarim, Hadhramaut, Yaman. Murid beliau sangat banyak di seantero tanah arab hingga Indonesia.

Secara garis keturunan, Habib Umar bin Hafidh masih merupakan keturunan Rasulullah saw dari jalur Sayyidina Hussein bin Ali.

Silsilahnya : Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abi Bakr bin Aidarous bin al-Hussain bin Syeikh Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholiqul Qasam bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajjir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin As-Sajjad bin Sayyidina Hussein anaknya Sayyidatuna Fatimah Azzahra binti Rasulullah saw.

Habib Umar adalah salah satu ulama yang mampu mencapai derajat Al Hafidh di abad ini. Beliau hapal 100.000 hadits lebih beserta hukum-hukum sanad dan matannya secara keseluruhan.

Diabad ini untuk mencapai derajat Al hafidh itu bukan perkara gampang. Karena jumlah hadits yang masih ada diatas muka bumi sekarang ini, yang masih bertebaran di kitab-kitab, jika di kumpulkan semua kitab hadits itu, jumlah keseluruhan haditsnya tidak mencapai 100.000 hadits!.

Artinya jika kita berusaha mengumpulkan seluruh buku hadits yang sudah di cetak dizaman sekarang, jumlah keseluruhan haditsnya tak akan mencapai 100 ribu hadits.

Kita lihat, misalnya, Kitab Shahih Bukhari haditsnya berakhir di nomor 7.124 (jika ada pendapat lain pun jumlahnya tidak akan jauh dari angka tsb),

Kitab Shahih Muslim berakhir di hadits no 3.033 (sebagian pendapat mengatakan sekitar 5000an),  

Sunan Abu Daud memuat sekitar 5.000an hadits,

Sunan Tirmidzi memuat sekitar 4000an hadits,  

Sunan An Nasa'i memuat sekitar 5000an hadits, 

Sunan Ibnu Majah sekitar 4.300an hadits,  

Shahih Ibnu Hibban sekitar 3.000an hadits,  

Al Muwatha' Imam Malik sekitar 1.600an hadits,  

Musnad Ahmad bin Hanbal sekitar 27.000an hadits,

Mungkin masih terdapat puluhan kitab hadits lainnya, namun jika di kumpulkan semua, Insya Allah jumlah keseluruhan haditsnya tidak mencapai 100.000 ribu.

Siapa pula ulama di zaman dahulu yang mampu menulis semua hadits hapalannya kedalam kitab?.

Rata-rata para 'Soko Guru' Hadits tersebut memiliki hapalan mulai dari 100 ribu hingga 1 juta hadits.

Tentunya menulis buku atau kitab dimasa itu tak semudah sekarang, untuk menulis mereka hanya menggunakan media tangan. Mereka tak ada surat kabar, tak ada telepon, tak ada mesin ketik. Apalagi peralatan canggih seperti yang kita punya kayak laptop, gadget, komputer, dan Internet. Semua itu tak ada. Bahkan barangkali pos jasa surat pun belum ada, tak ada pula percetakan buku, fotocopy atau buku yang diperjualbelikan. Bayangkan betapa sulitnya perluasan ilmu pada saat itu.

Seorang Imam besar tentulah memiliki ribuan murid. Dalam kesehariannya harus mengajar murid, menghadapi ratusan umat yang datang dengan segudang masalah untuk di pecahkan, lalu harus berdakwah kesana kemari, mendatangi undangan ini itu, belum lagi mungkin orang yang datang meminta obat, meminta saran nama anak, meminta didoakan, mengajak salaman dan macam-macam.

Seorang alim tentu pula banyak beribadah dimalam hari. Disela-sela waktu itu harus pula menyempatkan waktu untuk menulis buku hadits dengan pena bulu ayam, dengan tinta cair, ditengah redupnya cahaya lilin atau lentera yang sesekali padam di tiup angin.

Atau hadits hadits itu ditulis oleh murid-muridnya dengan mungkin 10 hadits yang ia dengar hanya hafal 1 atau 2 hadits saja karena setiap hadits menjadi sangat panjang bila dengan riwayat sanad, hukum sanad, dan mustanadnya. Hasil tulisan mereka itulah yang bisa kita petik sekarang. Adanya kitab-kitab hadits dizaman sekarang yang sudah di cetak dengan lebih canggih.

***



Lalu muncul pertanyaan :
Jumlah
keseluruhan hadits disemua kitab yang ada sekarang tidak mencapai 100.000 hadits, lalu bagaimana caranya seseorang bisa menghapal sebanyak 100.000 hadits di zaman ini?

Selain menghapal semua hadits yang sudah tertulis di kitab, tentu saja para Ahli Hadits itu juga menghapal hadits yang belum sempat dibukukan.

Cara ini hanya bisa di dapatkan dengan jalan berguru kepada ulama hadits yang menyimpan hadits didalam kepalanya, yang mungkin dia apatkan dari gurunya, gurunya dapat dari guru dari gurunya, dan seterusnya hingga kepada Sahabat Nabi sampai Rasulullah saw, namun mungkin hadits tersebut belum pernah dibukukan.

Demikianlah Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh, dizaman ini beliau mampu mencapai derajat Al Hafidh.


Dalam kehidupan sehari-hari beliau, hampir disemua gerak-gerik dan penampilannya selalu berdasarkan sunnah dan ada landasan haditsnya.

Baik itu dari cara beliau berpakaian, cara duduk, cara berjalan, cara makan, cara tidur, cara minum, cara berbicara, dan sebagainya, hampir selalu sama dengan cara Rasulullah saw.

Jadi jika kita misalnya suatu kali melihat cara duduk beliau dengan cara A, lalu kita cari-cari dihadits apakah Rasulullah pernah duduk dengan gaya semacam itu? pasti ketemu, ternyata ada, memang Rasulullah pernah duduk dengan cara seperti itu.

Maka tidak berlebihan jika beliau kerap di sebut sebagai kitab hadits yang berjalan, karena hampir dari semua gerakan dan kegiatan yang beliau lakukan selalu berdasarkan sunnah, ada landasannya.

Beliau juga di gelari Al Musnid.

Selain digelari Al Hafidh, Habib Umar juga memiliki gelar Al Musnid. Gelar Al Musnid disematkan kepada beliau karena setiap menyebut hadits, beliau selalu mampu menyebut sanadnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW kepada Imam-Imam Kutubussitah (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Annasa'i dan Ibnu Majah) diluar kepala tanpa melihat catatan apapun.

Ketawadhuan Habib Umar

Meski memiliki ilmu yang sangat luas, namun beliau adalah ulama yang sangat tawadhu.

Beliau sangat malu jika gelar Al hafidh beliau disebut. Allah Yarham Habib Munzir Al Musawa pernah menceritakan jika beliau pernah ditegur oleh Habib Umar agar tak lagi menyebutkan gelar Al Hafidh didepan namanya.

Habib Munzir bercerita "beliau (Habib Umar bin Hafidh) di usia sebelum 20 tahun sudah hafal 20 ribu hadits, dan meneruskan hingga selesai ke 100 ribu hadits, namun saat kunjungan beliau kemarin, beliau menegur saya untuk tidak menyebutkan gelar Alhafidh pada nama beliau, demikian rendah dirinya Guru Mulia kita ini, tidak suka gelarnya disebut, padahal kini untuk masuk pesantren beliau di Darulmustafa syaratnya mestilah hafal Alqur’an dan 2000 hadits berikut sanadnya.".

"beliau (Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh) melarang saya menampilkan nama beliau dengan gelar Alhafidh, karena jika seluruh hadits riwayat para muhaddits seperti Imam bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dll dipadu, belum mencapai 100.000 hadits. Guru Mulia (Habib Umar) mencapai Alhafidh dari kumpulan hadits sanad musalsalah yang sudah tidak sempat / belum tercetak, masih berupa tulisan tangan ulama terdahulu, maka beliau tidak mau gelar itu ditampilkan. bagaimana tidak, kini masuk menjadi santri beliau harus hafal 2000 hadits dan hafal Al-Qur’an, dan dulu saya selalu menyebut gelar beliau dg Al Hafidh, (namun) beliau diam saja, namun setelah MR (Majelis Rasulullah) membesar, maka beliau melarang saya menyebut itu karena malu dan adab."

Habib Umar bin Hafidh beliau pernah berkata : “Tidaklah aku berdiri dihadapan orang-orang untuk mendakwahi mereka kecuali aku meyakini bahwa mereka lebih baik dan lebih mulia dariku, dan tidaklah aku berdiri dihadapan mereka kecuali aku mengharapkan berkah pandangan mereka dan berkah doa-doa mereka” (Demikian Wahai Saudara/i ku ke Tawadhu’an Guru Mulia kita Al Habib Umar bin Hafidz, padahal Beliau memiliki Hafalan Hadits lebih dari 100 Ribu Hadits beserta sannad dan Hukum matannya.. Dan Sungguh orang-orang yang Hafal 100 Ribu Hadits beserta sannad dan Hukum matannya , di Akhirul Zaman ini sudah bisa di hitung jari (Maksudnya , sudah Jarang), maka beruntunglah kalian yang pernah berjumpa dan mendapatkan kalam-kalam dari untaian mutiaranya.

Beliau sering sekali mengunjungi Indonesia dan sering menghadiri acara dzikir akbar di monas yang diselenggarakan oleh Majelis Rasulullah, terutama pada bulan Muharram.

Kunjungan beliau di Indonesia selalu dipadati oleh puluhan ribu pemuda yang ingin mencari jalan Illahi.
Habib Umar bin Hafidh memiliki banyak murid dari seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Murid tertinggi beliau adalah Habib Ali Al Jufri. Murid-murid beliau di Indonesia diantaranya adalah Habib Munzir Al Musawa, Habib Jindan, dan banyak lagi.

1 Komentar

  1. Kemana hadiz non kitabi (buku) diwariskan beliau untuk regenariasi???? Haram menyembunyikan hadist. Yang tahu jawabanya, silahkan kontak saya. Demi allah, INI JANGAN PUTUS SANAD dari umat!!! Aku berkata begini atas kebodohan saya tetapi aku mengerti “alim tidak boleh menyembunyikan ilmu apalagi hadis” Maka dari itu, yang tahu jawabanya, silahkan hubungu 089664625610

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama